Amerika Serikat (AS) mengkonfirmasi pesawat pembom jarak jauh B-52 mereka telah tiba di Timur Tengah. Kabar ini disampaikan sehari setelah AS memperingatkan Iran soal tambahan pengerahan yang diberikan.
“Pesawat pembom strategis B-52 Stratofortrees dari Wing Bom ke-5 Pangkalan Angkatan Udara Minot tiba di wilayah tanggung jawab Komando Pusat AS [di Timteng],” ujar komando militer untuk Timteng dalam sebuah unggahan di media sosial, melansir AFP.
B-52 sendiri merupakan pesawat pembom strategis bertenaga jet jarak jauh subsonik milik AS yang mampu membawa senjata hingga 32 ribu kilogram (kg).
Diberitakan sebelumnya, AS mengumumkan bakal mengirim pengerahan aset militer tambahan pada Jumat (1/11). Di antaranya yang dikirimkan adalah pesawat pembom, pesawat tempur, tanker, serta kapal perusak pertahanan rudal balistik.
“Jika Iran, mitranya, atau proksinya menggunakan momen ini untuk menargetkan personel atau kepentingan AS di kawasan tersebut, [maka] AS akan mengambil setiap tindakan yang diperlukan untuk membela rakyat kami,” ujar Juru Bicara Pentagon Mayor Jenderal Pat Ryder dalam sebuah pernyataan.
Sementara itu, Kepala Dewan Strategis Hubungan Luar Negeri Iran Kamal Kharrazi mengatakan, negaranya bakal meningkatkan jangkauan rudalnya.
“Jika Republik Islam Iran menghadapi ancaman eksistensial, kami pasti akan mengubah kebijakan doktrin militer kami,” ujarnya, Jumat (1/11).
Ia juga menegaskan bahwa negaranya mampu memproduksi senjata nuklir sendiri. Tapi, mereka tetap dibatasi mandat Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei terhadap senjata pemusnahan massal.
Hal tersebut disampaikan usai Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan bahwa tujuan tertinggi Israel adalah menghentikan Iran mendapatkan senjata nuklir.
Israel melancarkan serangan terhadap Iran pada 26 Oktober lalu. Serangan tersebut menghantam infrastruktur militer Iran. Khamenei sendiri telah berjanji akan membalas serangan Israel.
Iran sendiri telah melancarkan dua serangan besar terhadap Israel pada 2024 ini. Pertama pada bulan April 2024 dan bulan Oktober yang menjadi respons terhadap pembunuhan para pemimpin Hamas.